Minggu, 10 Maret 2013

PENGARUH BAHASA ALAY TERHADAP KEMAMPUAN REMAJA BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR



BAB I
PENDAHULUAN

1. 1            Latar Belakang Permasalahan
Sebagai bangsa yang terdiri atas ratusan suku bangsa dengan ratusan bahasa dan aneka ragam kebudayaan yang tersebar luas di atas untaian belasan ribu pulau, bangsa Indonesia patut berbangga hati atas bahasa Melayu yang secara alami telah menyebar ke seluruh Nusantara dan secara perlahan-lahan tetapi mantap tumbuh subur dan berkembang sampai akhirnya menjadi Bahasa Indonesia.
Namun sayang, rasa kebanggaan itu ternyata tidak diikuti dengan penguasaan akan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di era globalisasi seperti ini, kemajuan dan perkembangan teknologi sangatlah pesat. Kemajuan dan perkembangan tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari. Apalagi dengan masuknya budaya asing yang akan semakin mempengaruhi kehidupan dan pergaulan, terutama pada remaja. Dengan semakin majunya teknologi dan ditambah dengan pengaruh budaya asing tersebut, maka akan mengubah sikap, perilaku serta kebiasaan mereka. Hal tersebut tidak hanya mengubah gaya hidup, seperti cara berpakaian, tetapi juga dapat mengubah cara seseorang (dalam hal ini remaja) dalam berinteraksi serta berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan penggunaan bahasa.
Seiring perkembangan jaman, penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar pada masyarakat terutama pada kalangan remaja secara perlahan mulai tidak nampak. Hal itu terjadi karena munculnya modifikasi bahasa, yang sering disebut dengan ‘bahasa alay’. Bahasa alay mulai muncul dan berkembang seiring dengan pesatnya penggunaan jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan lain sebagainya. Bahkan bukan hanya dalam dunia maya (seperti facebook dan twitter), bahasa alay juga banyak ditemukan di televisi, radio, majalah, bahkan koran. Terutama pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan remaja, misalnya acara-acara ditelevisi yang menjadi totonan utama dan memang ditujukan kepada para remaja. Hal tersebut membuat penyebaran bahasa alay di kalangan remaja menjadi semakin pesat.
Masa remaja merupakan masa-masa dimana seseorang sedang mencari identitas, ingin mendapat pengakuan, dan masih sangat labil sehingga remaja sering memiliki hasrat untuk meniru segala sesuatu yang dianggapnya menarik tanpa melihat sisi negatif yang akan ditimbulkan. Menurut Erikson (1968), “Remaja memasuki tahapan psikososial yang disebut sebagai identity versus role confusion. Hal yang dominan terjadi pada tahapan ini adalah pencarian dan pembentukan identitas. Remaja ingin diakui sebagai individu unik yang memiliki identitas sendiri yang terlepas dari dunia anak-anak maupun dewasa. Penggunaan bahasa baru  ini merupakan bagian dari proses perkembangan mereka sebagai identitas independensi mereka dari dunia orang dewasa dan anak-anak”. Hal itulah yang mendorong remaja untuk menggunakan bahasa alay. Mereka menganggap bahwa bahasa alay itu sangat menarik. Pada awalnya mungkin mereka hanya mendengar bahasa alay dari orang lain dan tidak mengerti apa maksud dari bahasa alay yang orang lain katakan tersebut, namun karena mereka merasa bahasa alay tersebut sangat menarik, maka mereka berusaha untuk mencari tahu dan mempelajarinya. Setelah itu mereka akan merealisasikan bahasa alay tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Selain itu, remaja tidak ingin selalu terpaku dalam bahasa baku, yang harus digunakan dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah yang dianjurkan. Seperti yang diketahui bahwa remaja tidak begitu suka dengan adanya aturan-aturan. Itulah sebabnya mengapa mereka lebih banyak memilih menggunakan bahasa alay daripada bahasa Indonesia. Apalagi beberapa dari mereka beranggapan bahwa bahasa alay adalah bahasa gaul, sehingga seseorang yang tidak menggunakannya akan dianggap kuno, ketinggalan jaman, bahkan ‘ndeso’ yang berarti kampungan. Dengan adanya pernyataan tersebut, maka remaja akan semakin tertantang dan berlomba-lomba untuk mencari tahu bahkan menciptakan sendiri bahasa-bahasa yang menurut mereka pantas untuk disebut sebagai bahasa alay dan dapat digunakan oleh remaja-remaja lainnya.
Kebanyakan dari mereka yang menggunakan bahasa alay tidak begitu mengerti dan memahami pentingnya berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Jika hal itu dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia di negara ini. Antara lain, remaja akan sulit untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Padahal disekolah maupun ditempat kerja nanti kita diharuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Tidak mungkin jika ulangan atau tugas dikerjakan menggunakan bahasa alay. Selain itu, penggunaan bahasa alay dapat mengganggu siapapun yang membaca dan mendengar kata-kata yang dimaksud. Bahkan bisa terjadi kesalahpahaman antar orang yang berkomunikasi atau bisa saja terjadi salah persepsi, karena sulit dipahami saat bahasa tersebut digunakan sebagai pengucapan dan sulit dibaca saat digunakan sebagai penulisan. Karena tidak semua orang mengerti akan maksud dari kata-kata alay tersebut. Hal itu sangat memusingkan dan membutuhkan waktu yang lama untuk sekedar memahaminya.
Dengan penggunaan bahasa alay oleh remaja yang semakin berkembang ini, bisa jadi suatu saat nanti anak cucu kita (masyarakat) sudah tidak lagi mengenal bahasa baku dan tidak lagi memakai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) sebagai pedoman dalam berbahasa, kemudian menganggap remeh bahasa Indonesia. Jika hal ini terus berlangsung, dikahawatirkan akan menghilangkan budaya berbahasa Indonesia dikalangan remaja bahkan dikalangan anak-anak. Padahal bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara kita dan juga sebagai identitas bangsa. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa, harusnya mampu menjadi tonggak dalam mempertahankan bangsa Indonesia ini. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah dengan menjaga, melestarikan, dan menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Seperti dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi, “Kami putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Berdasarkan latar belakang di atas, itulah penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh bahasa alay terhadap kemampuan remaja berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

1. 2            Batasan Masalah
Batasan masalah bertujuan untuk membatasi hal-hal yang akan dibahas. Adapun batasan masalah yaitu:
a.       Awal mula digunakannya bahasa alay dikalangan remaja.
b.      Perkembangan bahasa alay dikalangan remaja.
c.       Karasteristik bahasa alay dikalangan remaja.
d.      Upaya-upaya tiap individu dalam meningkatkan penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar guna meninggalkan bahasa alay.

1. 3            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka dapat saya rumuskan masalah sebagai berikut :
a.    Bagaimana awalmula digunakannya bahasa alay dikalangan remaja?
b.    Bagaimana perkembangan bahasa alay dikalangan remaja saat ini?
c.    Bagaimana karasteristik bahasa alay dikalangan remaja?
d.   Apa saja upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar guna meninggalkan bahasa alay?

1. 4            Tujuan Penelitian
1. 4.1                               Tujuan Penelitian Secara Umum
a.    Menjelaskan awal mula digunakannya bahasa alay di kalangan remaja.
b.   Menjelaskan perkembangan bahasa alay di kalanagan remaja saat ini.
c.    Menjelaskan karasteristik bahasa alay di kalangan remaja.
d.   Mengetahui upaya-upaya yang ditempuh dalam meningkatkan penguasaan bahasa Indonesia guna meninggalkan bahasa alay.

1. 4.2                               Tujuan Penelitian Secara Khusus
Tujuan penelitian secara khusus ialah supaya para pembaca dan terutama saya pribadi dapat mengetahui pengaruh bahasa alay terhadap kemampuan remaja berbahasa indonesia yang baik dan benar.




1. 5            Manfaat Penelitian
1. 5.1      Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini, dapat dijadikan acuan bagi masyarakat (dalam hal ini remaja) akan pengaruh bahasa alay terhadap kemampuan remaja berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

1. 5.2      Manfaat Praktis
1.5.2.1           Bagi Remaja
Manfat yang diperoleh bagi remaja sebagai berikut :
a.    Menambah pengetahuan bagi remaja.
b.    Memberikan pemahaman kepada remaja akan pengaruh bahasa alay.
1.5.2.2           Bagi Peneliti
                 Sebagai tambahan refrensi bagi semua pihak yang bermaksud melakukan penelitian di masa yang akan datang.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1              Pengertian Bahasa
Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Fonem adalah unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari satu kata. Sintaks adalah penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu (dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
Sedangkan menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama.  Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa bahasa, kita tidak akan bisa hidup dengan orang lain. Karena kita berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa. Sebagai masyarakat Indonesia, tentunya kita memiliki bahasa negara yaitu bahasa Indonesia. Seperti tercantum pada Undang-Undang kita yang berbunyi “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”. Oleh karenanya, sebagai warga negara yang patuh terhadap bangsa haruslah kita menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Baik disini bisa diartikan dengan menggunakan ragam bahasa yang tepat dan serasi sesuai dengan sasaran dan jenis pemakaiannya. Sedangkan benar disini dapat diartikan dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah yang berlaku. Jadi maksud dari penggunaan bahasa dengan baik dan benar adalah penggunaan ragam bahasa yang tepat sesuai dengan sasarannya dan juga sesuai dengan kaidah yang berlaku dimasyarakat.
2.2              Fungsi Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut.
a.    Sebagai lambang kebanggaan nasional.
b.    Sebagai lambang jati diri atau identitas nasional.
c.    Sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial, budaya, dan bahasanya.
d.   Sebagai alat perhubungan antar budaya dan antar daerah.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut.
a.       Sebagai bahasa resmi negara.
b.      Sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan.
c.       Sebagai bahasa resmi dalam perhubungan pada tingkat nasional, baik kepentingan perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan maupun untuk kepentingan pemerintahan.
d.      Sebagai bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

2.3              Bahasa Alay
Kata ‘Alay’ bisa diartikan sebagai Anak layangan, Anak lebay, Anak kelayapan, dan lain sebagainya. Dimana anak-anak tersebut sering didefinisikan sebagai anak-anak yang berkelakuan ‘tidak biasa’ atau dapat dikatakan berlebihan. Anak-anak ini ingin diketahui statusnya diantara teman-teman sejawatnya, mereka ingin selalu memperlihatkan ke-eksis-an atau kenarsisan mereka dalam segala hal. Misalnya dalam hal berpakaian, bertingkah laku, serta berbahasa (baik lisan maupun tulis). Sesuai dengan pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa bahasa alay adalah bahasa yang digunakan oleh anak-anak alay.
Menurut Sahala Saragih, dosen Fakultas Jurnalistik, Universitas Padjajaran, bahasa alay merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam komunitas mereka. Penggunaan bahasa sandi tersebut menjadi masalah jika digunakan dalam komunikasi massa atau dipakai dalam komunikasi secara tertulis. Dalam ilmu bahasa, bahasa alay termasuk sejenis bahasa ‘diakronik’. Yaitu bahasa yang dipakai oleh suatu kelompok dalam kurun waktu tertentu. Ia akan berkembang hanya dalam kurun tertentu. Perkembangan bahasa diakronik ini, tidak hanya penting dipelajari oleh para ahli bahasa, tetapi juga ahli sosial atau mungkin juga politik. Sebab, bahasa merupakan sebuah fenomena sosial. Ia hidup dan berkembang karena fenomena sosial tertentu.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1         Awal Mula Penggunaan Bahasa Alay
Dengan semakin berkembangnya teknologi, terutama berkembangnya situs jejaring sosial, seperti facebook dan twitter. Pada tahun 2008, muncul suatu bahasa baru dikalangan remaja, yang disebut dengan bahasa “Alay”. Kemunculannya dapat dikatakan fenomenal, karena cukup menyita perhatian.  Bahasa baru ini seolah menggeser penggunaan bahasa Indonesia dikalangan segelintir remaja. Mereka lebih tertarik untuk mengunakan bahasa alay yang dapat digunakan sesuai keinginan mereka daripada menggunakan bahasa Indonesia yang kaku dan baku.
Namun jika diteliti lebih lanjut, penggunaan bahasa alay ini sudah ada jauh sebelum bahasa alay berkembang di facebook maupun twitter, yaitu ditandai dengan maraknya penggunaan singkatan dalam mengirim pesan pendek atau SMS (short message service). Hanya saja pada saat itu belum disebut dengan bahasa alay. Selain itu ada banyak tambahan variasi yang menyebabkan bahasa tersebut kemudian disebut dengan bahasa alay.  Misalnya dalam bentuk SMS biasa, “km lg ngapa?” yang maksudnya adalah “kamu lagi ngapain?”, dan dalam bentuk SMS alay menjadi, “xm Gy nGaps?”. Tujuan awalnya adalah sama yaitu untuk mengirimkan pesan yang singkat, padat, dan dapat menekan biaya.

3.2         Perkembangan Bahasa Alay
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa bahasa alay sudah mulai berkembang pesat seiring dengan berkembangnya teknologi. Yang sebelumnya hanya digunakan oleh kalangan tertentu, sekarang bahasa alay sudah dapat digunakan oleh berbagai kalangan, tak terkecuali anak-anak. Yang semula hanya digunakan dalam bentuk tulisan, sekarang bahasa alay sudah banyak ditemukan dalam bentuk lisan. Bagaimana caranya? Banyak cara yang digunakan untuk berbahasa alay dalam bentuk lisan, salah satunya yaitu dengan memonyongkan bibir atau mendesah mengikuti kata-kata yang mereka ucapkan.
Bagi mereka yang sudah terbiasa dan menyukai kebiasaan mereka berbahasa alay, hal tersebut merupakan kesenangan dan kebanggaan tersendiri. Mereka menginginkan untuk menjadi yang paling ‘keren’ dari teman-temannya. Mereka menganggap bahwa bahasa alay merupakan bentuk kreativitas yang harus mereka kembangkan untuk mencapai sebuah kepuasan dan untuk mendapatkan pujian dari teman-temannya. Namun  dalam pandangan orang lain yang tidak terbiasa mendengar atau menggunakan bahasa alay, hal tersebut justru sangat ‘norak’ dan kampungan. Mereka tidak mau menerima adanya bahasa alay karena mereka terganggu dan menganggap bahasa alay adalah bahasa yang sangat sulit untuk dipahamai serta tidak mudah dimengerti.
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa Alay untuk generasi muda saat ini sudah sangat tidak mengindahkan efesiensi, melainkan hanya sekedar trend belaka.

3.3         Krakteristik Bahasa Alay
Seiring dengan semakin banyaknya penggunaan bahasa alay pada kalangan remaja, variasi atau karasteristiknya pun semakin beragam. Antara lain:
a.    Pemakaian huruf besar kecil yang berantakan dalam satu kalimat,
         contohnya: “kaMu Lagi nGapaiN?”
b.    Penggunaan angka sebagai pengganti huruf,
         contohnya: “k4mu L49i n94p4in?”
c.    Penambahan atau pengurangan huruf-huruf  dalam satu kalimat,
         contohnya: “amue agie ngapaein?”
d.   Menambahkan atau mengganti salah satu huruf dalam kalimat,
         contohnya: “xmoe agie ngaps?”
e.    Penggunaan simbol-simbol dalam kalimat,
         contohnya: “k@mu L@g! nG@p@!n?”
Contoh-contoh tersebut masih sangat sedikit, itu artinya masih banyak lagi variasi-variasi atau karasteristik penggunaan bahasa alay di kalangan remaja saat ini. Karasteristik tersebut juga  tidak dapat diketahui dan dijelaskan secara pasti karena kata-kata dalam bahasa alay itu sendiri tidak mempunyai standar yang pasti, hanya disesuaikan oleh mood atau teknik penulisan si pembuat kalimat.

3.4         Upaya-Upaya Peningkatan Penguasaan Bahasa Indonesia Guna Meninggalkan Bahasa Alay
Khusus mengenai upaya penguasaan bahasa Indonesia yang dimaksud disini adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh setiap individu dalam meningkatkan penguasaan bahasa Indonesianya guna meninggalkan bahasa alay.
Pertama, tanamkan kesadaran (motivasi) bahwa penguasaan bahasa Indonesia dengan baik merupakan modal dasar untuk sukses di segala bidang.
Kedua, usahakan sebanyak mungkin untuk membaca, baik surat kabar, majalah, buku-buku pelajaran, terlebih lagi buku-buku tentang kebahasaan. Biasakanlah dalam kegiatan sehari-hari selalu ada waktu untuk membaca, walaupun hanya beberapa menit, sebab dengan banyak membaca wawasan kita akan semakin bertambah, termasuk dalam hal kebahasaan.
Ketiga, usahakan agar bersikap kritis dalam membaca, artinya jangan hanya asal membaca, tapi juga harus diperhatikan dan dimengerti dengan baik bentuk bahasa yang dibaca, struktur kalimatnya,bentuk kata-katanya, ejaannya, tata tulisnya, dan sebagainya.
Keempat, hal lain yang harus diperhatikan oleh penutur bahasa Indonesia adalah berpegang teguh peda prinsip “berbeda bentuk berbeda arti”. Dengan prinsip ini, orang akan selalu sadar dalam memilih penggunaan kata-kata, apakah akan menggunakan kata-kata baku yang sesuai ejaan atau kata nonbaku yang tidak sesuai dengan ejaan.



BAB IV
PENUTUP

4.1              Kesimpulan
Tata bahasa Indonesia saat ini sudah banyak mengalami perubahan. Masyarakat Indonesia sudah tidak bisa lagi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, terutama pada kalangan remaja. Hal tersebut terjadi karena adanya budaya asing dan berbagai variasi bahasa yang mereka anggap sebagai kreatifitas. Mereka lebih memilih menggunakan bahasa baru tersebut daripada bahasa Indonesia, karena mereka takut dikatakan sebagai remaja yang kampungan dan ketinggalan jaman. Bahasa baru itu mereka sebut dengan “bahasa Alay”.
Penggunaaan bahasa Alay sudah semakin berkembang dikalangan remaja saat ini. Hal tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri. Karena masyarakat Indonesia nantinya akan melupakan dan tidak lagi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Ada pun upaya dalam meinggalkan bahasa alay untuk meningkatkan penguasaan bahasa Indonesia itu harus dimulai dari diri sendiri, sebab untuk merubah sesuatu hal apa pun yang besar harus dimulai dari dalam diri kita sendiri. Begitu pula dengan penguasaan bahasa Indonesia dan meninggalkan bahasa alay, dengan menerapkan hal-hal yang sudah diberikan penulis di atas, bukan tidak mungkin kemampuan dalam penguasaan bahasa Indonesia kita akan meningkat.

4.2              Saran
Sebenarnya sah-sah saja bagi mereka (terutama remaja) yang menggunakan bahasa alay, karena hal tersebut merupakan bentuk kreatifitas yang mereka buat. Namun sebaiknya penggunaan bahasa alay dapat digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi atau tidak digunakan pada situasi-situasi yang formal. Misalnya pada saat berbicara dengan teman. Teman disini adalah mereka yang mengetahui dan mengerti bahasa alay tersebut. Tetapi juga jangan sampai menghilangkan budaya berbahasa Indonesia kita. Karena biar bagaimanapun bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa kebanggaan kita dan wajib untuk dijaga, dilestarikan, serta dijunjung tinggi. Seperti dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi, “Kami putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

Selasa, 09 Agustus 2011

Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Keberhasilan dan Perlakuan yang Layak bagi TKI


 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehingga setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat dimaknai sebagai sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya dan keluarganya.
Namun pada kenyataannya, keterbatasan akan lowongan kerja di dalam negeri menyebabkah banyaknya warga negara Indonesia/TKI mencari pekerjaan ke luar negeri. Dari tahun ke tahun jumlah mereka yang bekerja di luar negeri semakin meningkat. Resiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama proses keberangkatan, selama bekerja di luar negeri, maupun setelah pulang ke Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan agar resiko perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI sebagaimana disebutkan di atas dapat dihindari atau minimal dikurangi.
Berdasarkan latar belakang di atas, itulah penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat pendidikan seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam menentukan keberhasilan dan perlakuan yang layak.
1.2.   Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka dapat kami rumuskan masalah yaitu  bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap keberhasilan dan memberikan perlakuan yang layak bagi  Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ?.

           1.3.   Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap keberhasilan dan perlakuan yang layak bagi seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
1.4.   Manfaat Penelitian
1.4.1.  Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini, dapat dijadikan acuan bagi masyarakat akan pentingnya tingkat pendidikan dalam keberhasilan dan mendapatkan perlakuan yang layak bagi seorang Tenaga Kerja  Indoesia (TKI).
1.4.2.  Manfaat Peraktis
1.4.2.1.    Bagi Calon TKI
Manfaat yang di peroleh bagi calon TKI sebagai berikut :
a.  Menambah pembekalan bagi calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
b.  Memberikan pemahaman kepada calon TKI pentingnya tingkat pendidikan.

1.4.2.2.     Bagi Peneliti
Sebagai tambahan refrensi bagi semua pihak yang bermaksud melakukan penelitian dimasa yang akan datang.
            1.5.   Lingkup Penelitian
              Ruang lingkup penelitian bertujuan untuk membatasi hal-hal yang akan dibahas untuk memperlancar pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan.
                        Adapun ruang lingkup penelituian yaitu:
1.5.1.  Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kecamatan Utan Kab. Sumbawa- NTB.
1.5.2.  Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah masyarakat Utan yang pernah menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
1.5.3.  Objek Penelitian
Objek penelitian adalah pengaruh tingkat pendidikan terhadap keberhasilan dan perlakuan yang layak bagi seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI).







BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
TKI di Indonesia saat ini semakin meningkat, terutama kaum wanita. Menurut Pudjiwati Sayogjo (1989), peningkatan itu terjadi paling tidak karena dua faktor: Pertama, karena sektor industri, seperti industri rokok, tekstil, konfeksi dan industri makanan serta minuman untuk sebagian menuntut ketelitian, ketekunan dan sifat-sifat lain yang umumnya merupakan ciri kaum wanita. Kedua, karena tenaga kerja wanita dipandang lebih penurut dan murah sehingga secara ekonomis lebih menguntungkan bagi pengusaha.
Elson dan Pearson (1984),  menyatakan bahwa penggunaan tenaga kerja wanita untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu sesungguhnya adalah strategi pengusaha untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah. Kedua ahli tersebut dengan tegas menyatakan tidak benar apabila pembagian kerja timbul karena kaum wanita dianggap paling cocok untuk pekerjaan tertentu. Dalam kenyataannya, hal itu hanya sekedar mitos belaka atau sengaja “dimitoskan”.
Di pihak perusahaan cenderung mencari tenaga kerja wanita yang berusia muda dengan pertimbangan dapat menekan pengeluaran. Sebagaimana hasil penelitian dari Mather (1982), bahwa banyak perusahaan mencari tenaga kerja wanita yang berumur 13-20 tahun dengan tujuan menekan pengeluaran. Disamping dapat memberi upah murah, pengusaha juga merasa lebih dapat menghemat uang perusahaan karena tidak perlu memberi tunjangan sosial akibat tidak adanya tanggungan keluarga. Hal ini berbeda bila perusahaan memperkerjakan tenaga kerja pria yang selain lebih mahal juga memiliki amggota keluarga yang harus diberi tunjangan, entah itu istri atau anak.
UU nomor 39 tahun 2004, Pasal 8. Setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk:
a.       Bekerja di luar negeri
b.      Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri
c.       Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri
d.      Memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya
e.       Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan
f.       Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan
g.      Memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri
h.      Memeproleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal. memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.
UU nomor 39 tahun 2004,Pasal 9. Setiap calon TKI/TKI mempunyai kewajiban untuk:
a.       Menaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara tujuan
b.      Menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja
c.       Membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
d.      Memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan kepulangan TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
           2.2. Pendidikan
Pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan masyarakat itu sendiri. Memang kita semua mengetahui betapa sektor pendidikan selalu berkembang dalam berbagai sektor pembangunan lainnya bukan saja karena sektor konsumsi, juga karena pendidikan adalah penjaga keamanan masyarakat itu sendiri yang bisa digunakan sebagai dasar mencari pekerjaan merupakan hal yang penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
Ketatnya persaingan disegala bidang saat ini, menuntut manusia mengembangkan potensi pribadinya masing-masing. Negara dengan sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi Negara maju, namun sebaliknya ketika suatu negara tidak mempunyai sumber daya manusia berkualitas. Saat itu pula menjadi negara yang kurang maju. Jalur pendidikan merupakan langkah awal untuk membentuk manusia berprestasi di segala bidang.
2.3. Hipotesis
Hipotesis yaitu suatu jawaban sementara yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (suharsimi, 2006). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengaruh tingkat pendidikan terhadap keberhasilan dan perlakuan Yang layak terhadap seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
















BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.   Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode survei.
Survei di lapangan ini dilakukan untuk mendapat informasi dan mengadakan pengamatan langsung terhadap 10 narasumber yang pernah menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
3.2.   Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini dikenal dua pendekatan yaitu kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan penelitian yang tidak menggunakan angka dalam pengumpulan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya yaitu data yang berupa informasi dalam bentuk uraian kemudian di kaitkan data lainnya untuk mendapat suatu kebenaran sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran baru ataupun menguatkan suatu gambaran yang ada. Sedangkan pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut serta dari hasilnya (Suharsimi, 2006).
3.3.  Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1.  Tempat Penelitian
Penilitian ini dilaksanakan berlokasi di Utan (Desa. Motong, Desa. Jorok, Desa. Orong bawa, Desa. balebrang, dan Desa. Sabedo).
3.3.2.  Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14-24 februari 2011.
3.4.  Teknik Pengumpulan Data
3.4.1.  Sumber Data
Sumber data yang di dapat dari penelitian ini  adalah bersumber dari masyarakat yang pernah menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang di peroleh dari hasil observasi. Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung di lapangan tentang hal-hal yang diteliti.
3.4.2.  Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
a.    Data kuantitatif adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dalam bentuk kalimat, kata, dan data yang mendalam yang mengandung data yang sebenarnya.
b.                         Data kuantitatif adalah data hasil wawancara yang berupa angka.
3.5.  Analisis Data
Analisis data di lakukan dengan cara, memadukan baik menyangkut tingkat pendidikan, usia, tujuan, kedudukan, pendapatan, masalah yang pernah dihadapi, jam kerja per hari dan lama kerja.
Data yang berupa kata-kata atau kalimat dari catatan hasil wawancara (survei), diolah menjadi kalimat-kalimat yang bermakna dan dianalisis secara kualitatif. Teknik analisis secara kualitatif mengacu pada analisis dari Miles dan Hubermen (1992) yang dilakukan dalam tiga komponen yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Dalam penelitian ini, reduksi data meliputi penyeleksian data melalui ringkasan atau uraian singkat dan di olah kedalam pola yang lebih rendah.
Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan penyusunan informasi secara sistematik diurai hasil reduksi data.
Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat keteraturan dan penggolongan data, setelah terkumpul kemudian disajikan secara sistematis dan perlu di beri makna.














BAB IV
PEMBAHASAN
Data hasil survei  dan wawancara terhadap 10 narasumber yang telah menjadi tenaga kerja Indonesia sebagai berikut :
No
Nama
Umur (thn)
Tamatan
Masa Kerja (thn)
Tempat Kerja
Jabatan Kerja
1
Jos
25
Tdk sekolah
2
Mekkah
Pengembala Domba
2
Neni
18
SD
2
Malaysia
Buruh
3
Mustafa
32
SMP
2
Kuwait
Sopir
4
Salmah
26
SMP
2
Jeddah
Pembantu Rumah tangga
5
Nurjannah
29
SMA
4
Jeddah
Baby sister
6
Ahmad (aho)
41
SMA
4
Mekkah
Sopir
7
Sri harianti
30
SMKK
3
Saudi Arabiah
Salon
8
Nurty
40
SMEA
2
Saudi Arabiah
Pembantu Rumah tangga
9
Darsiah
43
SMEA
2
Mekkah
Kasir
10
Dasri
23
D1
2
Jepang
Perusahaan Industri

Berdasarkan hasil wawancara, kisaran umur 10 narasumber diatas 18 tahun,ke-10 narasumber tingkat pendidikannya berbeda-beda yang mengakibatkan posisi kerjanya berbeda-beda.
Dari data diatas, dapat kita ketahui bahwa tingkat pendidikan itu merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan dalam mencari pekerjaan. Disini dapat kita lihat, seseorang yang tidak sekolah sulit untuk mencarai pekerjaan yang layak untuknya, walaupun mereka memperoleh pekerjaan, mereka hanya di tempatkan ditempat yang kurang baik seperti menjadi pengembala kambing, tukang kebun, dll. Sedangkan seseorang yang tamatan SD, masih sama dengan yang tidak sekolah  karena tingkat pengetahuannya yang masih minim, dan pekerjaan yang di dapat pun hanya menjadi buruh. Dibandingkan dengan tamatan tingkat SMA se-derajat, mereka lebih mudah mendapat pekerjaan dan ditempatkan ditempat yang sudah cukup baik karena pengalaman tingkat pengetahuan mereka sudah cukup banyak dan luas. Begitupun dengan yang memiliki tingkat pendidikan seperti D1-D3 ataupun sarjana pasti labih mudah mendapatakan pekerjaan, seperti bekerja di perusahaan industri, kantor-kantor asuransi, perawat, dll.
Dapat kita pahami bahwa seorang yang mempunyai kemampuan dan pendidikan, dapat mempengaruhi kinerja dalam melakukan suatu pekerjaannya saat dia menjadi seorang tenaga kerja sehingga tingkat kekeliruan dan kesalahan yang terjadi dapat diminimalisir, serta perlakuan yang layak dapat di perolehnya.
Hasil wawancara yang kami lakukan kepada 10 narasumber, kami mendapatkan informasi bahwa mereka memiliki masalah-masalah yang di hadapinya seperti, kurang bebasnya dalam berkomunikasi dengan keluarga, kekerasan yang dilakukan oleh majikannya akibat kesalahan yang sepele, dan gaji mereka telat dibayar. Kami juga mengetahui bahwa para TKI ini dipekerjakan selama 16 jam perhari.



BAB V
KESIMPULAN
Dari penjelasan yang telah diuraikan diatas dapat kita simpulkan bahwa tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan mendapatkan perlakuan yang layak bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Dengan demikian, di harapkan melalui penelitian ini dapat menambah wawasan bagi calon Tenaga Kerja Indonesia dan budaya berfikir masyarakat terhadap keberhasilan seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) hanya faktor keberuntungan dapat dirubah karena pendapat itu tidak benar.











DAFTAR PUSTAKA

http//:merpatiduta.blogspot.com/2008
Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 1987. Mobilitas Tenaga Kerja Wanita di Indonesia. Jakarta.
Miles, B.M., & hubermen, M.A. 1992. Analisis Data Kualitatif. (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohedi). Jakarta : UI-Press.
Sugiono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA.
Suharsimi, A. 2006. Penelitian Tindakann Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
T.O. Ihromi. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan. Yayasan Obor Indonesia (YOI). Jakarta.

Tjiptoherijanto, Prijono. 1997. Migran Nakerwan. Makalah disampaikan pada serial diskusi yang ke VII dengan tema “Permasalahan Perempuan Pekerja Migran Indonesia”. Jakarta, 5 Maret 1997.